Aktivitas pemilihan kepala desa merupakan aktivitas politik yang menunjukkan bagaimana proses demokrasi terjadi di desa. Pemilihan kepala desa tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dinamika politik yang terjadi di desa. Pilkades tidak semata perebutan kekuasaan atau bagaimana strategi kampanye dilakukan agar mendapat dukungan dari masyarakat desa, akan tetapi lebih daripada itu menyangkut gengsi, harga diri dan kehormatan, sehingga seringkali di berbagai daerah proses Pilkades ini menimbulkan konflik di masyarakat.
Pesta demokrasi desa pasti berakhir, demikian juga pilkades beberapa tahun yang lalu sudah usai. Kini semua masyarakat desa di salah satu kabupaten yang saya temui tinggal menunggu bagaimana sepak terjang semua kepala desa yang terpilih. Visi, misi dan program yang telah disampaikan pada waktu sebelum pilkades, kini tinggal menunggu perwujudanya. Masyarakat sangat berharap atas terciptanya kehidupan bermasyarakat yang harmonis, guyup rukun dan demokratis.
Namun, dalam hal ini ada sebuah kenyataan yang harus dipahami oleh semua anggota masyarakat di masing-masing desa tersebut ini. Bahwa dalam pemilihan kepala desa ini yang pasti ada pihak yang menang, dan banyak pihak yang kalah. Jumlah yang kalah pasti lebih banyak dari jumlah yang menang, karena yang dipilih dan menjadi kepala desa hanya satu orang.
Pada kenyataanya, terdapat banyak hal yang tidak bisa dipungkiri setelah pesta pemilihan ini. Ada banyak problem yang dihadapi oleh semua kepala desa yang baru. Selain agenda-agenda program yang telah dicanangkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan dan ini merupakan agenda-agenda penting, terdapat beberapa agenda lain yang tidak kalah pentingnya pasca pemilihan kepala desa ini. agenda tersebut adalah mendamaikan, meng-ice breaking kan atau mencairkan massa dari calon kades yang kalah.
Agenda tersebut tidak boleh dilupakan, dan tidak bisa dianggap enteng oleh kades terpilih. Seringkali suasana menjadi tidak kondusif, karena ulah mereka yang kalah. Akan tetapi disisi lain mengayomi dari botoh nya (kades terpilih) sendiri kadang kesulitan karenanya kades juga tidak berani mengambil kebijakan atas dasar banyak desakan para pemodal yang memodali jadinya kades tersebut banyak botohnya yang terpinggirkan dan selalu kontra dengan kebijakan kades terpilih.
Parahnya lagi pasca gelanggang pilkades banyaknya desakan yang ingin menempati jabatan-jabatan yang ada di desa menjadi perebutan oleh para botoh yang terpilih sudah dipastikan mana yang dekat dengan kades dan dulu mengupayakan pemenanganya pasti di tunjuk, tidak memikirkan secara kualitas dari sosok yang dipilih asalkan dia dulu ikut memenangkanya.
Inikah yang menjadikan penghambat orientasi sebuah visi dan misi dari pemimpin untuk mengaktualisasikan impianya menjadikan desa maju yang dulu pernah dijanjikan oleh masyarakat..? Ataukah cuman menjadi janji manis yang terbuang arus oleh desakan beberapa botoh sana sini..? Entahlah yang jelas realitanya juga begitu.
Sudah menjadi hallayak umum Keadaan yang saya temui tersebut bahkan menjadi menu wajib di kalangan perpolitikan di negeri ini rasanya tak lengkap apabila tidak bertingakah semacam itu hhhhhh.
Semoga segala rencana dan harapan yang telah di rumuskan dalam visi dan misi Kades dulu, akan dapat dicapai dengan adanya dukungan penuh dari kita semua. Peran serta seluruh elemen sesuai dengan posisi dan kewenangannya akan menjadi salah satu kunci keberhasilan kita dalam membangun sebuah desa yang madani.
Kontributor : Habibur Rohman
0 Komentar