Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Memperioritaskan Hisab (Ilmu Falak) Daripada Rukyah

 

Seperti diketahui bersama, kita umat Islam dalam menetapkan tanggal satu bulan Syawal satu Ramadhan satu Dzulhijjah dan bulan-bulan yang lainnya, wajib syar'i hukumnya untuk diadakannya sidang Isbat oleh pemerintah yang dalam hal ini ialah Kemenag atau Kementrian Agama Republik Indonesia.

Kenapa bisa wajib? Karena dengan adanya sidang isbat, pemerintah telah melakukan kemaslahatnnya untuk rakyat, yaitu dengan mereduksi adanya perbedaan sudut pandang atau persepsi setiap orang khususnya umat islam.

Dalam qoidah fiqih dijelaskan :

تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة 

“Tasharruf (tindakan) imam terhadap rakyat harus dihubungkan dengan kemaslahatan”. Kaidah ini berasal dari fatwa Imam Asy-Syafi’i

Dalam qaidah lain disebutkan pula :

حكم الحاكم إلزام ويرفع الخلاف

“Keputusan pemerintah adalah mengikat dan menghilangkan silang pendapat”.


Lantas cara apakah yang dinilai pantas dalam menentukan hilal atau tanggal satu penangnggalan bulan hijriyah? apakah rukyah seperti metode yang dilakukan nabi dan para sahabat, ataukah hisab dan ilmu falak seperti apa yang dilakukan oleh mayoritas kita umat Islam zaman sekarang.

Ada beberapa alasan yang dinilai efektif manakala kita menggunakan metode Hisab/Ilmu Falak, seperti yg diungkapakan oleh Dr. Yusuf Al-Qordowi (Mesir) di dalam makalahnya “Mauqi’us Samahah Al Syaikh Yusuf Alqordowi pada hari Senin, 4 Mei 2021 lalu. Beliau mengungkapkan beberapa alasan yang menurut penulis sangat ilmiah dan argumentative, yang mana beliau kutibkan pendapat ulama sebelumnya yaitu As Syaikh Ahmad Syakir.

Di dalam makalahnya tersebut beliau menjelaskan perihal hadist nabi yang berbunyi :

: "صوموا لرؤيته ـ أي الهلال ـ وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم فاقدروا له" وفي لفظ آخر "فإن غم عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين"

“Puasalah karena melihat hilal dan jangan berpuasalah ketika melihat hilal (juga), apabila terdapat mendung diantara kalian maka kira-kirakanlah hilal itu. Dalam riwayat yang lain : maka sempurnakanlah menjadi 30 hitungan bulan sya’ban”.

Bahwasanya dalam hadist tersebut di atas perlu adanya pemilihan (Tamyiz) antara substansi hadist الهدف yg tetap yg tidak mungkin berubah dalam keadaan apapun, dan adanya media/metode/sistem (الوسيلة) yang sewaktu-waktu dapat berubah, sesuai kondisi dan keadaan tertentu.

Substansi Hukum dari hadis rukyah diatas, oleh Dr Yusuf Qordowi dijelaskan bahwa : "Adanya puasa penuh dibulan Ramadan dengan tidak mendahului atau mengakhirkan bulan selain Ramadan walaupun hanya satu hari saja", artinya puasa Ramadan itu harus sesuai penanggalan satu hijriyah bulan Ramadhan, entah itu ditetapkan dengan cara Ruykah ataupun selainnya.

Sedangkan mediasi hukum didalam hadist diatas ialah : "Adanya ketetapan tangal satu bulan Ramadan atau Hilal itu berdasarkan rukyah atau melihat secara langsung adanya hilal dengan menggunakan mata telanjang tidak dengan hisab ataupun ilmu yang lain".

Hal itu dikarenakan pada waktu itu, ilmu falak dan hisab belum menjadi disiplin ilmu dan belum banyak dikuasai oleh sahabat, hanya beberapa orang tertentu saja yg mengetahui tentang ilmu hisab dan falak. Yang kebanyakan itu berasal dari ahli kitab yg notabenya berada di luar wilayah dan jauh dari mereka para shohabat, hal itu dikemukakan sendiri oleh rasulullah saw dalam sebuah hadist yg diriwayatkan oleh imam bukhori :

قال: "إنـا أمـة أمية، لا نكتب ولا نحسب، الشهـر هكـذا وهكذا... " يعني مرة تسعة وعشرين، ومرة ثلاثين.

HR. Bukhori

“Kami adalah umat yg tidak bisa baca tulis, bulan itu seperti ini dan ini," yakni kadang 29 kadang 30.

Seandainya Ilmu Hisab/Ilmu Falak diwajibkan maka akan mendatangkan kesulitan bagi mereka, padahal syara' mewajibkan sesuatu itu sesuai kadar kemampuan yang dimiliki umat, dan tidak menuntut diluar kemampuan seseorang, sabda nabi :

"إن الله بعثني معلمًا ميسرًا، ولم يبعثني معنتًا"

Oleh sebab itulah beliau memerintahkan melihat Hilal secara langsung yang sudah pasti lebih mudah dan bisa dilakukan oleh siapapun itu, bukan dengan cara hisab/ilmu Falak yang notabenya tidak dikuasai oleh para sahabat pada waktu itu.

Namun seiring berkembangnya zaman, yaitu ketika umat Islam mengalami kemajuan besar baik dari sisi keilmuan ataupun teknologi, dan tidak terkecuali adalah hisab yang merupakan bagian terpenting dalam ilmu syariat, di setiap universitas atau bahkan sekolah-sekolah telah diajarkan ilmu hisab dan falak, maka sudah jelas dan tepat sekali apabila pemerintah memanfaatkan ilmu tersebut sebagai salah satu metode paling efektif dalam menentukan penanggalan baru atau hilal, hal ini dikarenakan adanya ilmu hisab kemungkinan salahnya sangat sedikit yaitu 1 banding 100.000. Sehingga andai kata ada perbedaan antara hisab dan rukyah, misal ada seseorang yang mengakui telal melihat hilal di hari tertentu, padahal menurut hitungan ilmu falak sangat mustahil hilal bisa dilihat di hari itu, maka yang lebih dimenangkan ialah teori hisabnya dari pada teori rukyahnya, seperti itu ditegaskan oleh Dr. Yusuf Qordowi dalam makalahnya. Dengan metode seperti inilah yang nanti akan menghantarkan umat pada persatuaan dalam menentukan awal Syawal atau Romadan.

Pendapat lain yang serupa ialah pendapat Abu al Abbas Bin Suraij dari Kubu Syafi’iyyah beliau berpendapat bahwa, seseorang yang ahli dalam ilmu hisab dan falak ketika menurut disiplin ilmunya mengatakan besok adalah tanggal satu bulan Ramadhan, maka wajib baginya untuk berpuasa karena ia mengetahui hilal dengan dalil pasti dan hal itu setara dengan Bayyyinah (Bukti), pendapat ini dipilih oleh al qodi (Pengadilan Agama) Abu Thoyib.

Penulis : Zabid

Editor : Asnal Masyawi


Posting Komentar

0 Komentar