Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jeritan Iba untuk MABA: Nirmala yang Sarat Nirmakna (Chapter 2)

Belakangan ini, bentala STAI Al-Kamal dilanda hingar-bingar. Ihwal itu tidak dilatarbelakangi kehadiran tokoh nasional yang menuai sorotan. Bukan pula karena salah satu civitas academica-nya yang menciptakan gebrakan lalu mendulang kontroversi & penolakan. Juga bukan karena delegasi mahasiswa/i-nya memenangkan kejuaraan, meski hanya diselebrasikan lewat ucapan selamat dan salam penghormatan.

Kegemparan, kegegeran, dan kehebohan tersebut karena warga kampus STAIKA berbondong-bondong mengikuti sekaligus berlomba-lomba menyelenggarakan kegiatan kemahasiswaan dengan imbalan sertifikat. Apa kesaktian yang terkandung pada selembar kertas berstempel dari sebuah instansi bagi warga kampus STAIKA? Menurut Surat Edaran No: A/087/S1-STAIKA/IX/2022 tentang Persyaratan Mendaftar Ujian Proposal Skripsi, diterangkan bahwa salah satu syarat pendaftaran ujian proposal skripsi harus mengantongi berlembar-lembar sertifikat kegiatan kampus.

Regulasi di atas dinilai cukup efektif menstimulasi para stakeholder kampus agar kian getol berekspresi & berinovasi dalam mengadakan kegiatan. Dari segi lain, juga menggugah mereka supaya tidak ongkang-ongkang menyalahgunakan jabatan, sarana batu loncatan, atau ajang cari muka & perhatian. Namun di balik semua itu, perlu adanya sokongan, dukungan, serta pengayoman dari pihak birokrasi (sang kreator regulasi), sebagai wujud atensi agar hasilnya presisi.

Sekarang begini, andai kata para stakeholder tidak mendapatkan bimbingan, arahan, maupun penyuluhan, mereka akan semrawut dan bakal menghadapi sengkarut ketika menyelenggarakan kegiatan. Prioritas mereka hanya menggugurkan kewajiban, dan minat peserta kegiatan hanya terpaku pada sertifikat, bukan pemenuhan kapasitas intelektual, spiritual, dan sosial mereka sebagai mahasiswa. Benar adanya ungkapan “Kuliahnya dari pagi sampai pagi lagi, tetapi dapat ilmunya di warung kopi. Dapat gelar dan moral S1 itu bonus. Bayar SPP itu harus.”

Hati nurani pejabat kampus harusnya tersentak, tergolak, dan tergerak ketika tahu dan menyadari nasib warga kampus sedang keleleran dan dalam kondisi kehampaan. Bisa jadi iktikad mereka mengadakan pelatihan (entah khusus/umum), sebagai pedoman atau acuan para stakeholder dalam mengagendakan dan menyelenggarakan kegiatan adalah angin segar ketika badan kepanasan. Harapannya, agar nanti tidak ada yang namanya tarik-ulur kesepakatan antara pengurus ormawa dengan pejabat STAIKA dalam berkegiatan di kampus sebab malpraktik dari keduanya.

Kampus adalah miniatur negara, bukan tumpukan semen dan batu bata. Ruang terbuka dari berbagai unsur dan paradigma mesti digalakkan guna pemenuhan hasrat saat berwahana dan bercengkerama agar tidak itu-itu saja. Jangan salahkan aktivis kampus kalau-kalau mengagitasi mahasiswa meninggalkan kelas dan mata kuliahnya. Yang demikian adalah manifestasi belas kasihan dan apresiasi kepada mereka yang tahu dan sadar akan “mencari ilmu wajib sejak buaian hingga masa yang tak berkesudahan.”


Posting Komentar

0 Komentar