Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Negara Krisis, Rakyat Tetap Kritis


Dalam suatu diktum politik mensyaratkan Negara Demokrasi tunduk terhadap perintah konstitusi, Negara Otoriter-Fasis tunduk terhadap perintah Penguasa. Pertanyaan kritisnya, bagaimana dengan Indonesia sebagai suatu Negara yang menganut Sistem Politik Demokrasi? Apakah dalam situasi Negara krisis, rakyat tetap kritis?

Negara Demokrasi sudah menjadi suatu keharusan agar suara kritis rakyat tetap dipertahankan, walau pun Negara mengalami krisis "bangkrut" seperti saat sekarang ini. Sekarang, Negara Indonesia sedang berada pada situasi multikrisis akibat kegagalannya dalam menangani pandemi Covid-19. Walau pun Pemerintah tidak terima jika dibilang gagal! Diskursus kita bukan soal terima atau tidak, tetapi substansinya adalah apa itu Demokrasi Sehat? Demokrasi yang sehat adalah pikiran rakyat yang tidak tersumbat oleh kekuasaan. Pikiran tersebut penting kiranya agar tetap dipertahankan demi membantu bangsa Indonesia keluar dari fakta pahit akibat kurang maksimal dalam mengatasi pandemi.

Praktik demokrasi yang sehat merupakan wujud nyata adanya partisipasi aktif rakyat dalam menjalankan fungsinya untuk mengawasi dan mengevaluasi setiap kebijakan politik Pemerintah yang salah satunya terkait penanggulangan pandemi. Krisis bukan berarti pikiran rakyat tidak kritis! Demokrasi harus tetap diberikan karpet oleh kekuasaan. Demokrasi itu adalah kedaulatan secara mutlak berada ditangan rakyat, bukan terletak pada kekuasaan. Rakyat berhak untuk berkomentar, bersuara, dan berekspresi meskipun sangat pahit hasilnya. Prinsipnya, selama kritik itu sesuai rule konstitusi bukan ujaran kebencian, fitnah, pembunuhan karakter, atau menyerang hal privat Pemerintah maka benar hukumnya. Artinya berlaku demokratis jika yang dikritik rakyat adalah tubuh politik dari kekuasaan.

"Dalam situasi dan kondisi apa pun, suara kritis rakyat  seperti Mahasiswa, Pers, Penggiat Anti Korupsi, dan Aktivis Kemanusiaan tidak boleh dibungkam, disumbat, disensor, dibatasi, dan dikristalkan oleh Negara. Meskipun, Negara mengalami multikrisis, rakyat tetap tampil kritis dalam menghasilkan demokrasi sehat".

Dalam berbagai konsep Demokrasi, maka prasyarat mutlak atau mekanismenya terdapat unsur checks and balance. Mekanisme ini tetap mutlak untuk dijalankan sebagai manifest dari proses demokratisasi menuju demokrasi. Negara krisis, rakyat tetap kritis merupakan suatu kemutlakan berdemokrasi. 

Hal ini dapat diukur melalui sampai sejauh mana rakyat terlibat secara pro aktif dalam memberikan kritik konstruktif seperti selama masa pandemi sekarang ini. Penekannya, rakyat harus dilibatkan dan diperdayakan. Keterlibatan itu hanya mungkin terwujud jika ada ruang demokrasi yang sehat sehingga ekspresi dan kritik rakyat terhadap kebijakan Pemerintah dapat tersalurkan ke pihak pengambilan keputusan guna menghasilkan suatu output politik yang bersifat otoritatif.

Secara general, Demokrasi itu mewajibkan semua elemen bangsa memiliki kewajiban dan hak yang sama untuk berkontribusi dan menjadi bagian tak terpisahkan dari pemberi solusi lewat pandangan-pandangan umum, masukan, dan kritik yang kontruktif. Bahkan, dianggap wajar seperti melalui ekspresi berdemonstrasi (protes) sekalipun. Itu lah cita-cita ideal dalam diskursus pembangunan Negara Demokrasi. 

Di lain aspek, pernyataan ataupun penyampaian informasi publik dan kritik terhadap pejabat Negara merupakan salah satu bentuk partisipasi publik yang dilindungi oleh konstitusi sebagaimana amanat Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 44 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Menghadapi berbagai ekspresi rakyat tersebut, maka Pemerintah atau pemangku Kebijakan tidak boleh alergi, atau bahkan melakukan somasi terhadap rakyat, apalagi sampai memproses rakyat ke ranah hukum dengan dalil kasus pencemaran nama baik, itu aneh bin ajaib. Jika hal itu terjadi, maka tudingan rakyat dinilai tidak berlebihan 'Demokrasi di Ujung Tanduk' atau Negara  ademokratis. 

Mestinya, Pemerintah harus sudi dan sabar untuk mendengar suara hati rakyat. Ekspresi demokrasi jangan dianggap sebagai batu penghambat bagi Pemerintah dalam melahirkan loncatan-loncatan cepat, terarah dan terukur. Sebab, melalui kritik yang bersumber dari rakyat itu, Pemerintah tentu bekerja lebih cepat, tepat dan terukur dalam menyelesaikan setiap multikrisis dimaksud.

Demokrasi yang sehat justru menjadi katalis yang diperlukan dalam suatu Negara demokratis. Demokrasi pada dasarnya adalah kebebasan rakyat yang bertanggungjawab. Ia bersandar pada nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kemanusian. Kebebasan berbicara (freedom of speech) adalah suatu kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan oleh kekuasaan.

Penulis: Hasnu Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, dan juga Wakil Sekretaris Jendral PB PMII Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia 

Posting Komentar

0 Komentar