Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menilik Bagaimana Rokok Membentuk Perilaku Konsumennya

Teori Bandura dalam Psikologi Belajar menerangkan jika lingkungan memberikan pengaruh terhadap perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Fenomena yang saya amati adalah tentang perilaku konsumen dalam pembelian rokok. Menurut saya, rokok memberikan pengaruh dalam perilaku masyarakat untuk merokok dan membeli rokok.

Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk memberikan informasi tentang bahaya dan larangan merokok seperti gambar yang tertera di bungkus rokok maupun berbagai pamflet yang tertera di pinggir jalan. Namun, tidak memberikan dampak secara signifikan.

Salah satu pendapat menguatkan fenomena ini, bahwasanya efektivitas komunikasi simbol yang disampaikan melalui gambar dan narasi dipengaruh oleh budaya, adat istiadat, dan pendidikan. Bahwasanya sisi budaya memberikan pengaruh terhadap perilaku konsumen yang dalam hal ini pembelian rokok. Menurut saya, hal ini menjadi peranan penting karena adanya faktor eksternal dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli rokok.

Di bungkus rokok sudah tertera tentang bahaya dan larangan merokok, namun pembelian tidak dapat dihentikan. Faktor eksternal dalam proses pengembilan keputusan meliputi budaya, sosial, dan situasi. Jadi, saya melihat jika faktor eksternal memiliki peranan penting. Kotler dan Armstrong mengemukakan jika perilaku konsumen dalam hal pembelian dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan sosial. Solomon menjelaskan lebih lanjut, bahwasanya perilaku konsumen merupakan bagaimana individu menyeleksi sebuah produk untuk memuaskan kebutuhan dari nafsu.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka kebiasaan merokok jelas tidak dapat dihentikan begitu saja karena adanya sumbangsih faktor eksternal sebagai variabel dalam proses pengambilan keputusan, bahkan ada yang menjelaskan jika rokok adalah bagian penting masyarakat Indonesia khususnya Jawa dan Bali, karena berkaitan dengan akhirat dan alam gaib. Di Jawa dan Bali, seringkali rokok dijadikan sebagai sesajen dan sarana spiritual selain kembang dan dupa.

Penemuan lain oleh saya sendiri adalah kebiasaan masyarkat di jawa pada saat tahlilan, yaitu upacara atau ritual yang dilakukan oleh umat Islam dalam rangka mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada hari pertama hingga ketujuh kematian dan seterusnya (ke-40, ke-100, ke-1 tahun, ke-2 tahun, ke-3 tahun) bahkan di dalam keluarga saya melakukan hingga hari ke-1000. Hal ini pula sama seperti rekan saya yang berasal dari Indramayu.

Pada saat sesi tahlilan selesai, maka pemilik rumah akan memberikan jamuan (rokok) di dalam gelas/toples yang kemudian dikelilingkan oleh jamaah tahlilan. Menurut saya, hal ini sangat menarik karena ternyata beberapa rekan saya yang berasal dari Sulawesi dan Aceh tidak melakukan hal demikian. Di Bali, rokok memiliki makna tersendiri dalam tradisi agama Hindu. Rokok tidak hanya sebagai produk untuk dikonsumsi, melainkan sebagai pelengkap sesaji atau banten dalam sebutan umum masyarakat Hindu di Bali.

Pada tradisi masyarakat Hindu di Bali juga dikenal dengan canang paraos yaitu simbol persembahan sehari-hari, seperti yang dipaparkan oleh salah seorang dari orang tua murid di tempat saya bekerja. Jika dalam satu hari dua batang rokok disuguhkan, maka sudah terlihat dalam satu bulan atau bahkan hingga satu tahun berapa batang rokok yang telah dibeli.

Saya mengambil kesimpulan, perilaku konsumen dalam pembelian rokok ini tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat di Indonesia, khususnya untuk kelangsungan adat istiadat serta keragaman masyarakat Indonesia. Rokok memang memberikan dampak negatif bagi mereka yang mengonsumsi, namun tidak dapat dipungkiri jika rokok melestarikan budaya Indonesia.

Penulis : Muhammad Rifqi Vickyman Jaya 

Editor : Anal Masyawi

Posting Komentar

0 Komentar